Kilasmalut.com – Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Maluku Utara menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kearifan Lokal dan Keberagaman Budaya: Solusi Cegah Radikalisme dan Intoleransi”, yang berlangsung di salah satu hotel di Kota Ternate, Selasa (24/6).
Ketua PKC PMII Maluku Utara, Wahida Abd Rahim, mengatakan bahwa kegiatan ini penting untuk memberikan pemahaman kepada generasi muda mengenai bahaya radikalisme dan intoleransi, mengingat mereka kerap menjadi target utama penyebaran paham tersebut.
“FGD ini merupakan bagian dari upaya kami menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta merawat nilai-nilai kebersamaan di tengah masyarakat,”jelas Wahida.
Ia menyebutkan, kegiatan FGD akan berlangsung selama dua hari, yakni pada 24 hingga 25 Juni 2025. Selain sebagai forum diskusi, kegiatan ini menjadi wadah untuk membangun sinergi antar berbagai elemen masyarakat dalam menghadapi ancaman radikalisme dan intoleransi.
Wahida juga menyoroti pentingnya peran semua pihak, baik pemerintah, organisasi kepemudaan, mahasiswa, hingga masyarakat luas dalam menyosialisasikan nilai-nilai kebangsaan serta pemahaman agama yang moderat.
Sementara itu, Hukum Sosio Kesultanan Ternate, Gunawan Jusuf Radjim, yang turut hadir sebagai pemateri, menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat dalam mencegah berkembangnya paham radikalisme dan intoleransi di Maluku Utara.
Menurutnya, kegiatan pencegahan seperti ini masih sangat minim dilakukan, padahal berdasarkan data yang ia peroleh melalui berbagai media, Kota Ternate termasuk dalam kategori daerah dengan tingkat intoleransi yang cukup tinggi.
“Kalau Ternate sudah masuk dalam kategori intoleran, maka ini menjadi tanggung jawab kita bersama. Bibit-bibit radikalisme yang dibiarkan akan memicu konflik,”ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa Maluku Utara memiliki sejarah konflik horizontal, sehingga penting untuk terus melakukan kegiatan edukatif dan preventif. Menurutnya, upaya pencegahan intoleransi harus dimulai dari sikap saling menghargai perbedaan dan tidak memaksakan keyakinan atau pandangan kepada orang lain.
Gunawan juga menyinggung pelaksanaan Pilkada 2024 lalu yang sempat diwarnai dengan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Hal itu, menurutnya, menjadi contoh nyata mengapa sosialisasi tentang bahaya radikalisme dan intoleransi harus terus dilakukan. (red)