Kilasmalut.com – Harapan ribuan petani kelapa di Halmahera Utara (Halut) untuk menikmati harga lebih baik pasca kunjungan kerja Menteri Pertanian RI, Dr. Ir. H. Amran Sulaiman, ke PT. NICO pada Senin (27/10/2025), kini berubah menjadi kekecewaan mendalam. Alih-alih harga naik, justru harga buah kelapa anjlok drastis di tingkat pembelian perusahaan.
Dari pantauan lapangan, harga kelapa yang sebelumnya dibeli PT. NICO sebesar Rp 3.000 per buah, kini merosot tajam menjadi Rp 2.700 per buah.
Ironisnya, penurunan harga ini terjadi hanya berselang beberapa hari setelah kunjungan menteri yang sempat digadang-gadang membawa “angin segar” bagi sektor pertanian kelapa di Halut. Tak hanya di level perusahaan, harga kelapa di tingkat pengecer juga ikut ambruk.
Sebelumnya pengecer membeli dari petani dengan kisaran Rp 2.400 sampai 2.500 per buah, kini hanya Rp 2.200 sampai 2.300. Sementara itu, harga kopra masih bertahan di kisaran Rp. 16.500 per kilogram.
Petani pun mulai bersuara lantang. Mereka menilai, kehadiran Perda Nomor 2 Tahun 2025 tentang Hilirisasi Buah Kelapa, yang seharusnya menjamin nilai tambah bagi petani, justru menjadi bumerang. Karena belum ada ketetapan harga.
Hilirisasi yang diharapkan membuka peluang ekonomi baru malah menciptakan monopoli harga karena tidak ada pesaing pasar yang menampung hasil panen mereka selain PT. NICO.
“Dulu masih ada pembeli dari luar selain PT. NICO, harga masih bisa tawar-menawar. Sekarang cuma satu perusahaan yang beli, mau tidak mau kami jual dengan harga yang mereka tetapkan,”keluh salah satu petani kepada media ini.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar, ke mana arah hilirisasi yang dijanjikan pemerintah daerah. Bukankah tujuan Perda Hilirisasi adalah untuk memperkuat ekonomi petani, bukan memukulnya dari belakang.
Padahal, PT. NICO dinilai memiliki potensi besar dalam pengolahan buah kelapa secara menyeluruh mulai dari daging, serabut, tempurung hingga air kelapa.
Namun, perusahaan belum memberikan jaminan harga yang layak kepada petani meski sudah menikmati keuntungan dari berbagai produk turunan.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Pemkab Halmahera Utara dan DPRD untuk meninjau kembali mekanisme pelaksanaan Perda Hilirisasi.
Tanpa regulasi harga yang berpihak pada petani, hilirisasi hanya akan menjadi jargon kosong sementara rakyat kecil terus terhimpit oleh kebijakan yang seharusnya membela mereka.
“Kalau begini terus, hilirisasi bukan menyejahterakan, tapi memiskinkan petani, kami meminta agar Pemda Halut mengatur harga buah kelapa lewat perda yang sudah di terbitkan itu,”ujar salah satu petani di Galela.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahan PT.NICO.(red)









